Kuliner Pecel Ale Kediri dengan Tauge Jumbo dan Berlapis-lapis |
Sebuah warung pecel di Jalan Raya Kediri – Nganjuk menjadi rujukan wisata kuliner bagi orang yang melintas. Warung milik Ibu Slamet, warga Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, ini tidak menjual pecel biasa. Warung tersebut mengolah ale menjadi racikan pecel yang luar biasa.
Ale adalah jenis sayuran yang dibiakkan dari biji pohon klampis (Acacia Tomentosa), sejenis pohon dari suku Fabaceae atau polong-polongan. Tanaman ini banyak dijumpai sebagai penghuni sabana, hutan jati, dan hutan musim di daerah kering dan agak kering. Pohon kecil ini menyebar di India hingga Indonesia.
Secara fisik sayuran ale menyerupai kecambah atau tauge. Bedanya dengan tauge yang sehari-hari kita jumpai dalam ketoprak misalnya, ale memiliki 'kepala' yang lebih besar berwarna kuning serta berbadan panjang. Kulit kepalanya juga keras.Ale tak bisa dimasak dan disantap sendirian. Keberadaannya tak bisa dipisahkan saat memasak sayur bening atau tumisan. Penambahan ale ke dalam sayur bening dan tumis akan menciptakan sensasi rasa yang berbeda.
Di warung pecel Ibu Slamet ini, ale digunakan sebagai bahan utama masakan mereka. Namanya Pecel Ale. Lantaran menjadi bahan utama, setiap porsi menu pecel ini didominasi ale. Sekali ambil, jari tangan Ibu Slamet membentuk genggaman besar berisi ale kemudian diletakkan pada seporsi pecel. Posisi ale tepat di atas kerupuk kali sebagai pengganti nasi. Di atasnya ditumpangi lembaran daun kangkung dan daun turi yang sudah dikukus.
Itu baru lapis pertama. Pada lapis berikutnya, Ibu Slamet kembali menambahkan kerupuk tepung berwarna coklat. Cita rasa kerupuk berdiameter 10 sentimeter ini berbeda dengan kerupuk kali di lapis pertama tadi. Kerupuk berwarna coklat terasa lebih keras dan manis, sedangkan kerupuk kali bercita rasa gurih dan renyah.
Sebagai tutup pecel, dua gayung sambal pecel pedas disiram di atas tumpukan sayuran kukus tadi. Cita rasa yang tiada duanya, pedas bercampur sayuran segar. “Kalau mau nambah gorengan, silakan ambil sendiri di meja,” kata Ibu Slamet sambil menyodorkan piring berisi aneka gorengan. Ada tempe menjes, ote-ote (bakwan), tahu goreng, tahu isi, hingga ketela.
Bagi yang tak puas hanya menyantap sayuran, dua potong ote-ote sangat direkomendasikan sebagai pelengkap. Lebih enak lagi jika ote-ote itu dipotong kecil-kecil menggunakan tangan, dan meminta Bu Slamet mengguyurnya dengan sambal pecel.
Dari sekian aneka jenis makanan di atas piring, rasa ale memang dominan. "Kres-kres" saat digigit karena ale tidak dimasak hingga lembek, melainkan cukup diguyur dengan air mendidih. Ibu Slamet mengatakan cara memasak ale itu sengaja dilakukan untuk mempertahankan kesegaran dan kerenyahannya Untuk diketahui, tak ada pilihan tingkat pedas pecel seperti makanan kekinian yang sedang tren. Dengan begitu, perlu menakar banyak sedikitnya bumbu pecel, terutama buat pengunjung yang kurang suka pedas.
Sebelum kamu terkejut dengan pedasnya pecel ale racikan Ibu Slamet, ada satu hal lagi yang mungkin mengagetkan pengunjung. Harga seporsi pecel ale di warung ini Rp 4.000. Adapun gorengan yang disajikan dalam piring tadi seharga Rp 1000-an. Untuk melepas dahaga, pengunjung bisa memilih es campur ketan hitam, cendol, dan atau irisan buah dengan harga sekitar Rp 4.000 saja.
Warung Pecel Ale Ibu Slamet buka mulai pukul 08.00 sampai 13.00 WIB. Jika makan di tempat, siap-siap mengantre karena kapasitas ruang makan terbatas. Pengunjung yang sudah selesai makan mesti segera membayar dan angkat kaki demi bergantian tempat duduk dengan pembeli berikutnya.
Jika penasaran dengan cita rasa pecel ale Ibu Slamet, ikuti saja arah dari Kota Kediri menuju Nganjuk hingga mencapai Kecamatan Grogol. Lokasi warung tepat di depan Gudang Bulog, di sisi utara pertigaan lapangan futsal. Warung Ibu Slamet berada tepat di pinggir jalan.
Ale adalah jenis sayuran yang dibiakkan dari biji pohon klampis (Acacia Tomentosa), sejenis pohon dari suku Fabaceae atau polong-polongan. Tanaman ini banyak dijumpai sebagai penghuni sabana, hutan jati, dan hutan musim di daerah kering dan agak kering. Pohon kecil ini menyebar di India hingga Indonesia.
Secara fisik sayuran ale menyerupai kecambah atau tauge. Bedanya dengan tauge yang sehari-hari kita jumpai dalam ketoprak misalnya, ale memiliki 'kepala' yang lebih besar berwarna kuning serta berbadan panjang. Kulit kepalanya juga keras.Ale tak bisa dimasak dan disantap sendirian. Keberadaannya tak bisa dipisahkan saat memasak sayur bening atau tumisan. Penambahan ale ke dalam sayur bening dan tumis akan menciptakan sensasi rasa yang berbeda.
Di warung pecel Ibu Slamet ini, ale digunakan sebagai bahan utama masakan mereka. Namanya Pecel Ale. Lantaran menjadi bahan utama, setiap porsi menu pecel ini didominasi ale. Sekali ambil, jari tangan Ibu Slamet membentuk genggaman besar berisi ale kemudian diletakkan pada seporsi pecel. Posisi ale tepat di atas kerupuk kali sebagai pengganti nasi. Di atasnya ditumpangi lembaran daun kangkung dan daun turi yang sudah dikukus.
Itu baru lapis pertama. Pada lapis berikutnya, Ibu Slamet kembali menambahkan kerupuk tepung berwarna coklat. Cita rasa kerupuk berdiameter 10 sentimeter ini berbeda dengan kerupuk kali di lapis pertama tadi. Kerupuk berwarna coklat terasa lebih keras dan manis, sedangkan kerupuk kali bercita rasa gurih dan renyah.
Sebagai tutup pecel, dua gayung sambal pecel pedas disiram di atas tumpukan sayuran kukus tadi. Cita rasa yang tiada duanya, pedas bercampur sayuran segar. “Kalau mau nambah gorengan, silakan ambil sendiri di meja,” kata Ibu Slamet sambil menyodorkan piring berisi aneka gorengan. Ada tempe menjes, ote-ote (bakwan), tahu goreng, tahu isi, hingga ketela.
Bagi yang tak puas hanya menyantap sayuran, dua potong ote-ote sangat direkomendasikan sebagai pelengkap. Lebih enak lagi jika ote-ote itu dipotong kecil-kecil menggunakan tangan, dan meminta Bu Slamet mengguyurnya dengan sambal pecel.
Dari sekian aneka jenis makanan di atas piring, rasa ale memang dominan. "Kres-kres" saat digigit karena ale tidak dimasak hingga lembek, melainkan cukup diguyur dengan air mendidih. Ibu Slamet mengatakan cara memasak ale itu sengaja dilakukan untuk mempertahankan kesegaran dan kerenyahannya Untuk diketahui, tak ada pilihan tingkat pedas pecel seperti makanan kekinian yang sedang tren. Dengan begitu, perlu menakar banyak sedikitnya bumbu pecel, terutama buat pengunjung yang kurang suka pedas.
Sebelum kamu terkejut dengan pedasnya pecel ale racikan Ibu Slamet, ada satu hal lagi yang mungkin mengagetkan pengunjung. Harga seporsi pecel ale di warung ini Rp 4.000. Adapun gorengan yang disajikan dalam piring tadi seharga Rp 1000-an. Untuk melepas dahaga, pengunjung bisa memilih es campur ketan hitam, cendol, dan atau irisan buah dengan harga sekitar Rp 4.000 saja.
Warung Pecel Ale Ibu Slamet buka mulai pukul 08.00 sampai 13.00 WIB. Jika makan di tempat, siap-siap mengantre karena kapasitas ruang makan terbatas. Pengunjung yang sudah selesai makan mesti segera membayar dan angkat kaki demi bergantian tempat duduk dengan pembeli berikutnya.
Jika penasaran dengan cita rasa pecel ale Ibu Slamet, ikuti saja arah dari Kota Kediri menuju Nganjuk hingga mencapai Kecamatan Grogol. Lokasi warung tepat di depan Gudang Bulog, di sisi utara pertigaan lapangan futsal. Warung Ibu Slamet berada tepat di pinggir jalan.