Jumat, 29 Juli 2016

PLN MEDAN TERBAKAR, MEDAN BAKALAN SERING GELAP , INI PENYEBABNYA ...


BERITA KOCIK | MEDAN - Mesin pembangkit tenaga listrik milik PLN Sumatera Utara Sektor Pembangkit Medan di Jalan Titi Pahlawan Kecamatan Medan Marelan, terbakar.Akibatnya, layanan listrik di sejumlah wilayah di Kota Medan kembali mengalami pemadaman, Selasa (26/7/2016) kemarin dan tak menutup kemungkinan kembali terjadi pemadaman.

Kebakaran terjadi sekitar pukul 01.00 WIB itu, berawal saat pekerja teknisi PLN mendengar suara ledakan bersumber dari sebuah trafo. Tak berapa lama, kobaran api muncul dan menjalar mesin pembangkit listrik bertenaga diesel tersebut.

Kobaran api nyaris merembet ke mesin penyalur listrik lainnya. Kebakaran tersebut baru dapat dipadamkan setelah pekerja PLN, dibantu dua unit mobil pemadam kebakaran menyemprotkan air ke arah titik kobaran api.

Sahrul (35), warga bermukim di sekitar lokasi jaringan mesin pembangkit PLN menuturkan, ledakan cukup keras sempat terdengar, hingga mengejutkan dan membangunkan warga sekitar yang sedang lelap tertidur. “Ledakannya cukup keras, nggak lama dari kejauhan tampak api berkobar,” ungkapnya.

Kapolsek Medan Labuhan, AKP Yasir Ahmadi mengatakan, dari hasil penyelidikan sementara di lokasi kejadian, kebakaran itu diduga disebabkan oleh korsleting yang terjadi pada salah satu trafo milik PLN.

“Sementara dugaan kita, api bersumber dari trafo yang terbakar, kemudian menjalar ke mesin pembangkit listrik,” kata, Yasir.
Saat ini, lanjut Kapolsek, polisi telah mengamankan lokasi kejadian untuk proses penyelidikan. Bahkan polisi saat ini sedang memeriksa tiga orang saksi dari petugas PLN yang mengetahui kejadian tersebut.

“Kemungkinan trafo terbakar karena terjadi kelebihan kapasitas daya. Tapi, kondisinya saat ini bisa dikatakan sudah dapat diatasi,” terangnya.Sementara, dampak dari terbakarnya mesin pembangkit PLN. Alhasil, pasokan listrik di Kota Medan kembali terjadi pemadaman.

Dari amatan, aliran listrik padam di sekitar Jalan Marelan Raya Pasar 1, 2, 3, 4 dan 5, Jalan Kapten Rahmad Buddin, Marelan dan Jalan Titi Pahlawan, Marelan.“Kemarin (Senin,red) padam dari pagi sampai sore. Hari ini, listrik di Marelan kembali mati,” keluh, M.Arifin (47) warga Jalan Kapten Rahmad Buddin, Marelan.Tak hanya di Marelan, dampak matinya listrik juga dirasakan sejumlah warga di Kecamatan Medan Labuhan dan Medan Deli.

Vihara di Tanjung Balai Dibakar Oleh Para Warga, Inilah Sebab nya ...


BERITA KOCIK - Perempuan etnis Tionghoa, yang identitasnya belum diketahui itu, merasa terganggu mendengar suara adzan saat waktu salat Isa, sekitar pukul 7.45 WIB, Jumat (29/7/2016) malam tadi.“Dia teriak-teriak dan memaki iman yang sedang adzan di depan pintu masjid. Menyatakan ketidaksukaannya mendengar suara adzan. Inilah yang memicu keributan. Apalagi warga bilang, bukan sekali ini saja dia marah-marah.

Saat Ramadhan yang lalu pun begitu. Tapi malam ini kesabaran warga sudah habis,” jelas Kadek.Keterangan yang diperoleh dari warga Tanjungbalai bernama, Kadek Rossoneri, persoalan ini dipicu oleh sikap seorang warga jenis kelamin perempuan, warga Jalan Karya, Kelurahan TB 1, Kecamatan Tanjungbalai Selatan.

Informasi yang diperoleh Kadek Rossoneri yang juga Ketua KNPI Kecamatan Tanjungbalai Utara itu, perempuan tiga anak tersebut marah-marah dan memaki imam di Masjid Al Maksum di kelurahan yang sama, yang sedang mengumandangkan suara adzan.

“Dia teriak-teriak dan memaki iman yang sedang adzan di depan pintu masjid. Menyatakan ketidaksukaannya mendengar suara adzan. Inilah yang memicu keributan. Apalagi warga bilang, bukan sekali ini saja dia marah-marah. Saat Ramadhan yang lalu pun begitu. Tapi malam ini kesabaran warga sudah habis,” jelas Kadek.


Menurut Kadek lagi, awalnya kasus ini tidak sampai meluas. Karena jamaah masjid sudah mencoba menyelesaikannya dan memanggil pihak kepolisian. “Bahkan perempuan itu sudah dibawa ke kantor polisi. Tapi sekitar pukul 22.30 WIB, massa semakin banyak lalu merusak rumahnya,” beber Kadek.

Menurut Kadek, entah bagaimana kemudian massa emosi dan bergerak. Selain merusak rumah perempuan tersebut, massa mendatangi kelenteng, pekong atau Vihara yang ada di Tanjungbalai.

“Hampir seluruh rumah ibadah agama Budha di Tanjungbalai rusak dan dibakar warga. Lebih dari enam Vihara, kelenteng dan pekong habis dibakar massa,” tukas Kadek yang masih berada di lokasi kejadian.

Daftar Pejabat Yang Terlibat Jaringan Narkoba Terungkap di Tulisan Tangan Freddy Budiman ini !


BERITA KOCIK | Berita Terkini - Menjelang eksekusi terpidana mati kasus narkoba atas nama Freddy Budiman dan lainnya cukup menghebohkan Indonesia. Menurut informasi ada banyak sekali yang mendukung dan tidak atas eksekusi mati ini. Mereka pun memiliki alasan yang tak kalah baik.

Salah satunya adalah Harris Azhar, Koordinator dari KontraS. Ia menuliskan cerita yang cukup panjang soal pengakuan dari Freddy Budiman soal salah satu bandar kakap.

Tulisan Harris tersebut berdasarkan pengakuan dari Freddy yang mengungkapkan fakta baru yang tak banyak diketahui oleh orang lain.

 Berikut “Cerita Busuk dari seorang Bandit”

    Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan 

    Di tengah proses persiapan eksekusi hukuman mati yang ketiga dibawah pemerintahan Joko Widodo, saya menyakini bahwa pelaksanaan ini hanya untuk ugal-ugalan popularitas. Bukan karena upaya keadilan. Hukum yang seharusnya bisa bekerja secara komprehensif menyeluruh dalam menanggulangi kejahatan ternyata hanya mimpi. Kasus Penyeludupan Narkoba yang dilakukan Freddy Budiman, sangat menarik disimak, dari sisi kelemahan hukum, sebagaimana yang saya sampaikan dibawah ini.

    Di tengah-tengah masa kampanye Pilpres 2014 dan kesibukan saya berpartisipasi memberikan pendidikan HAM di masyarakat di masa kampanye pilpres tersebut, saya memperoleh undangan dari sebuah organisasi gereja. Lembaga ini aktif melakukan pendampingan rohani di Lapas Nusa Kambangan (NK). Melalui undangan gereja ini, saya jadi berkesempatan bertemu dengan sejumlah narapidana dari kasus teroris, korban kasus rekayasa yang dipidana hukuman mati. Antara lain saya bertemu dengan John Refra alias John Kei, juga Freddy Budiman, terpidana mati kasus Narkoba. Kemudian saya juga sempat bertemu Rodrigo Gularte, narapidana WN Brasil yang dieksekusi pada gelombang kedua (April 2015).

    Saya patut berterima kasih pada Bapak Sitinjak, Kepala Lapas NK (saat itu), yang memberikan kesempatan bisa berbicara dengannya dan bertukar pikiran soal kerja-kerjanya. Menurut saya Pak Sitinjak sangat tegas dan disiplin dalam mengelola penjara. Bersama stafnya beliau melakukan sweeping dan pemantauan terhadap penjara dan narapidana. Pak Sitinjak hampir setiap hari memerintahkan jajarannya melakukan sweeping kepemilikan HP dan senjata tajam. Bahkan saya melihat sendiri hasil sweeping tersebut, ditemukan banyak sekali HP dan sejumlah senjata tajam.

    Tetapi malang Pak Sitinjak, di tengah kerja kerasnya membangun integritas penjara yang dipimpinnya, termasuk memasang dua kamera selama 24 jam memonitor Freddy budiman. Beliau menceritakan sendiri, beliau pernah beberapa kali diminta pejabat BNN yang sering berkunjung ke Nusa Kambangan, agar mencabut dua kamera yang mengawasi Freddy Budiman tersebut.

    Saya mengangap ini aneh, hingga muncul pertanyaan, kenapa pihak BNN berkeberatan adanya kamera yang mengawasi Freddy Budiman? Bukankah status Freddy Budiman sebagai penjahat kelas “kakap” justru harus diawasi secara ketat? Pertanyaan saya ini terjawab oleh cerita dan kesaksian Freddy Budiman sendiri.

    Menurut ibu pelayan rohani yang mengajak saya ke NK, Freddy Budiman memang berkeinginan bertemu dan berbicara langsung dengan saya. Pada hari itu menjelang siang, di sebuah ruangan yang diawasi oleh Pak Sitinjak, dua pelayan gereja, dan John Kei, Freddy Budiman bercerita hampir 2 jam, tentang apa yang ia alami, dan kejahatan apa yang ia lakukan.
    Freddy Budiman mengatakan kurang lebih begini pada saya:

    “Pak Haris, saya bukan orang yang takut mati, saya siap dihukum mati karena kejahatan saya, saya tahu, resiko kejahata yang saya lakukan. Tetapi saya juga kecewa dengan para pejabat dan penegak hukumnya.

    “Saya bukan bandar, saya adalah operator penyeludupan narkoba skala besar, saya memiliki bos yang tidak ada di Indonesia. Dia (bos saya) ada di Cina. Kalau saya ingin menyeludupkan narkoba, saya tentunya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai dan orang-orang yang saya telpon itu semuanya nitip (menitip harga). Menurut Pak Haris berapa harga narkoba yang saya jual di Jakarta yang pasarannya 200.000 – 300.000 itu?”

    Saya menjawab 50.000. Fredi langsung menjawab:
    “Salah. Harganya hanya 5000 perak keluar dari pabrik di Cina. Makanya saya tidak pernah takut jika ada yang nitip harga ke saya. Ketika saya telepon si pihak tertentu, ada yang nitip Rp 10.000 per butir, ada yang nitip 30.000 per butir, dan itu saya tidak pernah bilang tidak. Selalu saya okekan. Kenapa Pak Haris?”

    Fredy menjawab sendiri. “Karena saya bisa dapat per butir 200.000. Jadi kalau hanya membagi rejeki 10.000- 30.000 ke masing-masing pihak di dalam institusi tertentu, itu tidak ada masalah. Saya hanya butuh 10 miliar, barang saya datang. Dari keuntungan penjualan, saya bisa bagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu.”

    Fredy melanjutkan ceritanya. “Para polisi ini juga menunjukkan sikap main di berbagai kaki. Ketika saya bawa itu barang, saya ditangkap. Ketika saya ditangkap, barang saya disita. Tapi dari informan saya, bahan dari sitaan itu juga dijual bebas. Saya jadi dipertanyakan oleh bos saya (yang di Cina). ‘Katanya udah deal sama polisi, tapi kenapa lo ditangkap? Udah gitu kalau ditangkap kenapa barangnya beredar? Ini yang main polisi atau lo?’”

    Menurut Freddy, “Saya tau pak, setiap pabrik yang bikin narkoba, punya ciri masing-masing, mulai bentuk, warna, rasa. Jadi kalau barang saya dijual, saya tahu, dan itu ditemukan oleh jaringan saya di lapangan.”

    Fredi melanjutkan lagi. “Dan kenapa hanya saya yang dibongkar? Kemana orang-orang itu? Dalam hitungan saya, selama beberapa tahun kerja menyeludupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 Miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 Milyar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang 2, di mana si jendral duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun.

    “Saya prihatin dengan pejabat yang seperti ini. Ketika saya ditangkap, saya diminta untuk mengaku dan menceritakan dimana dan siapa bandarnya. Saya bilang, investor saya anak salah satu pejabat tinggi di Korea (saya kurang paham, korut apa korsel- HA). Saya siap nunjukin dimana pabriknya. Dan saya pun berangkat dengan petugas BNN (tidak jelas satu atau dua orang). Kami pergi ke Cina, sampai ke depan pabriknya. Lalu saya bilang kepada petugas BNN, mau ngapain lagi sekarang? Dan akhirnya mereka tidak tahu, sehingga kami pun kembali.

    “Saya selalu kooperatif dengan petugas penegak hukum. Kalau ingin bongkar, ayo bongkar. Tapi kooperatif-nya saya dimanfaatkan oleh mereka. Waktu saya dikatakan kabur, sebetulnya saya bukan kabur. Ketika di tahanan, saya didatangi polisi dan ditawari kabur, padahal saya tidak ingin kabur, karena dari dalam penjara pun saya bisa mengendalikan bisnis saya. Tapi saya tahu polisi tersebut butuh uang, jadi saya terima aja. Tapi saya bilang ke dia kalau saya tidak punya uang. Lalu polisi itu mencari pinjaman uang kira-kira 1 miliar dari harga yang disepakati 2 miliar. Lalu saya pun keluar. Ketika saya keluar, saya berikan janji setengahnya lagi yang saya bayar. Tapi beberapa hari kemudian saya ditangkap lagi. Saya paham bahwa saya ditangkap lagi, karena dari awal saya paham dia hanya akan memeras saya.”

    Freddy juga mengekspresikan bahwa dia kasihan dan tidak terima jika orang-orang kecil, seperti supir truk yang membawa kontainer narkoba yang justru dihukum, bukan si petinggi-petinggi yang melindungi.

    Kemudian saya bertanya ke Freddy dimana saya bisa dapat cerita ini? Kenapa Anda tidak bongkar cerita ini? Lalu Freddy menjawab:

    “Saya sudah cerita ke lawyer saya, kalau saya mau bongkar, ke siapa? Makanya saya penting ketemu Pak Haris, biar Pak Haris bisa menceritakan ke publik luas. Saya siap dihukum mati, tapi saya prihatin dengan kondisi penegak hukum saat ini. Coba Pak Haris baca saja di pledoi saya di pengadilan, seperti saya sampaikan di sana.”

    Lalu saya pun mencari pledoi Freddy Budiman, tetapi pledoi tersebut tidak ada di website
    Mahkamah Agung. Yang ada hanya putusan yang tercantum di website tersebut. Putusan tersebut juga tidak mencantumkan informasi yang disampaikan Freddy, yaitu adanya keterlibatan aparat negara dalam kasusnya.

    Kami di KontraS mencoba mencari kontak pengacara Freddy, tetapi menariknya, dengan begitu kayanya informasi di internet, tidak ada satu pun informasi yang mencantumkan dimana dan siapa pengacara Freddy. Dan kami gagal menemui pengacara Freddy untuk mencari informasi yang disampaikan, apakah masuk ke berkas Freddy Budiman sehingga bisa kami mintakan informasi perkembangan kasus tersebut.

Diberdayakan oleh Blogger.