Detik-detik Lion Air Jatuh, Kopilot Teriak 'Allahu Akbar' |
Pilot pesawat Lion Air JT 610 bernomor PK-LQP dari Jakarta menuju Pangkal Pinang, Bhavye Suneja, hanya terdiam sesaat sebelum pesawat yang dia kendalikan menukik ke laut. Sementara kopilot, Harvino, menyerukan kalimat takbir, "Allahu Akbar".Hal itu disampaikan oleh tiga orang sumber anonim yang mengetahui isi cockpit voice recorder (CVR) kepada kantor berita Reuters. Ini adalah pertama kalinya isi CVR terungkap ke publik. Reuters sendiri tidak memiliki rekaman maupun transkrip dari isi CVR tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi kecelakaan yang dilansir Reuters, pilot dan kopilot sempat panik mencari solusi ketika pesawat mengalami gangguan.Salah satu sumber yang diwawancarai oleh Reuters menyatakan dua menit setelah lepas landas, kopilot sempat melaporkan 'masalah pada kendali penerbangan' kepada pihak air traffic control (ATC). Dia mengatakan pihaknya ingin mempertahankan ketinggian pesawat di 5.000 kaki.Kopilot tidak memerinci masalah yang dialami. Namun, menurut seorang sumber Reuters, rekaman suara kokpit menyebutkan masalah itu terkait kecepatan udara.
Sementara itu, sumber lain Reuters mengatakan ada indikator yang menunjukkan masalah pada layar pilot, bukan di layar kopilot.Kapten pun meminta kopilot untuk memeriksa buku panduan referensi cepat, yang berisi daftar peristiwa-peristiwa abnormal.Selama sembilan menit berikutnya, pesawat itu memperingatkan pilot terkait kondisi stall - kondisi ketika aliran udara di atas sayap pesawat terlalu lemah untuk mempertahankan agar pesawat terbang. Pilot pun merespons dengan mendorong bagian hidung pesawat ke bawah.
Pilot, menurut sumber Reuters yang sama, berupaya keras untuk menaikkan pesawat. Namun komputer, yang salah mendeteksi kondisi stall, terus menekan hidung pesawat menggunakan sistem trim.
Normalnya, sistem trim menyesuaikan permukaan kontrol pesawat untuk memastikannya terbang lurus dan datar."Mereka tampaknya tidak tahu trim itu bergerak turun. Mereka hanya memikirkan kecepatan udara dan ketinggian. Hanya itu yang mereka bicarakan," ungkap sumber Reuters.
Pilot kemudian meminta kopilot untuk menerbangkan pesawat, sementara ia memeriksa pandual untuk mencari solusi permasalahan.
Sekitar satu menit sebelum pesawat hilang dari radar, pilot kemudian meminta ATC untuk membersihkan lalu lintas lainnya di bawah 3.000 kaki dan meminta diizinkan untuk turun dari ketinggian 5.000 kaki. Permintaan itu disetujui.
Saat pilot mencoba untuk menemukan prosedur yang tepat dalam buku panduan, kopilot pesawat tidak mampu mengendalikan pesawat itu.Rekaman data penerbangan menunjukkan input kolom kontrol akhir dari kopilot lebih lemah daripada yang dibuat sebelumnya oleh pilot."Ini seperti ujian di mana ada 100 pertanyaan dan ketika waktunya habis Anda hanya menjawab 75. Jadi, kamu panik. Ini adalah kondisi time-out," ujar sumber ketiga, sebagaimana diberitakan Reuters.Pesawat Lion Air JT 610 jatuh sesaat setelah terbang dari Bandara Soekarno Hatta menuju Pangkal Pinang, di perairan Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2018. Sebanyak 189 orang menjadi korban.
Berdasarkan hasil investigasi kecelakaan yang dilansir Reuters, pilot dan kopilot sempat panik mencari solusi ketika pesawat mengalami gangguan.Salah satu sumber yang diwawancarai oleh Reuters menyatakan dua menit setelah lepas landas, kopilot sempat melaporkan 'masalah pada kendali penerbangan' kepada pihak air traffic control (ATC). Dia mengatakan pihaknya ingin mempertahankan ketinggian pesawat di 5.000 kaki.Kopilot tidak memerinci masalah yang dialami. Namun, menurut seorang sumber Reuters, rekaman suara kokpit menyebutkan masalah itu terkait kecepatan udara.
Sementara itu, sumber lain Reuters mengatakan ada indikator yang menunjukkan masalah pada layar pilot, bukan di layar kopilot.Kapten pun meminta kopilot untuk memeriksa buku panduan referensi cepat, yang berisi daftar peristiwa-peristiwa abnormal.Selama sembilan menit berikutnya, pesawat itu memperingatkan pilot terkait kondisi stall - kondisi ketika aliran udara di atas sayap pesawat terlalu lemah untuk mempertahankan agar pesawat terbang. Pilot pun merespons dengan mendorong bagian hidung pesawat ke bawah.
Pilot, menurut sumber Reuters yang sama, berupaya keras untuk menaikkan pesawat. Namun komputer, yang salah mendeteksi kondisi stall, terus menekan hidung pesawat menggunakan sistem trim.
Normalnya, sistem trim menyesuaikan permukaan kontrol pesawat untuk memastikannya terbang lurus dan datar."Mereka tampaknya tidak tahu trim itu bergerak turun. Mereka hanya memikirkan kecepatan udara dan ketinggian. Hanya itu yang mereka bicarakan," ungkap sumber Reuters.
Pilot kemudian meminta kopilot untuk menerbangkan pesawat, sementara ia memeriksa pandual untuk mencari solusi permasalahan.
Sekitar satu menit sebelum pesawat hilang dari radar, pilot kemudian meminta ATC untuk membersihkan lalu lintas lainnya di bawah 3.000 kaki dan meminta diizinkan untuk turun dari ketinggian 5.000 kaki. Permintaan itu disetujui.
Saat pilot mencoba untuk menemukan prosedur yang tepat dalam buku panduan, kopilot pesawat tidak mampu mengendalikan pesawat itu.Rekaman data penerbangan menunjukkan input kolom kontrol akhir dari kopilot lebih lemah daripada yang dibuat sebelumnya oleh pilot."Ini seperti ujian di mana ada 100 pertanyaan dan ketika waktunya habis Anda hanya menjawab 75. Jadi, kamu panik. Ini adalah kondisi time-out," ujar sumber ketiga, sebagaimana diberitakan Reuters.Pesawat Lion Air JT 610 jatuh sesaat setelah terbang dari Bandara Soekarno Hatta menuju Pangkal Pinang, di perairan Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2018. Sebanyak 189 orang menjadi korban.