Rabu, 27 Februari 2019

Akui Salah, Terdakwa Kasus Meikarta Merasa Terjebak di Tengah Jalan

Akui Salah, Terdakwa Kasus Meikarta Merasa Terjebak di Tengah Jalan
Fitradjaja Purnama mengakui dirinya bersalah melakukan suap untuk mengurus izin pembangunan Meikarta. Namun, ia memberi catatan kepada Majelis Hakim bahwa praktik pemberian uang ini sudah berlangsung sebelum dirinya bergabung mengurus proyek tersebut.Hal itu disampaikan saat sidang lanjutan kasus suap izin Meikarta dengan agenda pembacaan pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Rabu (27/2) malam."Saya hanya bisa menyatakan terima salah atas perbuatan yang saya lakukan. Perbuatan saya telah melenceng dari profesionalitas kerja saya. Sehingga, apa yang semula tidak saya niatkan, bahkan sama sekali tidak saya pikirkan, akhirnya harus terjadi dengan saya terlibat di dalamnya," katanya."Saya insyaf sepenuhnya. Saya menyesal telah melakukannya," sambungnya.

Dalam kesempatan itu, dirinya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada ibu, istri, anak dan semua keluarga serta teman dekatnya.Fitradjaja menegaskan, tidak semua dari satu per satu perbuatan yang didakwakan jaksa, dirinya terlibat. Ia mengaku sama sekali tidak tahu atas pemberian-pemberian atau janji-janji kepada Neneng Hasanah Yasin, EY Taufik, dan Iwa Karniwa."Saya baru tahu di persidangan, bahwa uang yang saya terlibat dalam pemberiannya itu sampai kepada orang-orang tersebut. Pada pengakuannya, saksi Neneng Rahmi Nurlaili menyatakan, hal tersebut sebagai inisiatifnya dalam mengatur penggunaan uang yang ada di tangannya," jelasnya.

Fitradjaja berpendapat, bila ditilik dari rangkaian pemberian yang dipaparkan Jaksa Penuntut Umum sudah berlangsung sejak tahun 2016. Neneng Rahmi Nurlaili sebutkan bahwa dirinya meneruskan janji pemberian dari Edy Dwi Soesianto dan Satriyadi untuk urusan RDTR.Melalui pleidoi ia menegaskan, janji dari Edy Soes dan Satriyadi tersebut justru dari Neneng Rahmi sendiri. Baginya, urusan RDTR itu sudah berlalu dari lingkup Pemkab Bekasi."Urusan yang saya tangani adalah di lingkup Pemprov Jawa Barat.

Pada posisi ini, saya justru membantu kepentingan Pemkab Bekasi," ucapnya."Ternyata (pemberian suap) sudah dimulai sejak tahun 2016. Saya lengah. Saya berada di tengah jalan. Saya memang baru aktif sejak September 2017, sebagaimana juga dinyatakan penuntut umum dalam lembar tuntutannya. Dalam perenungan saya sadari, sedari awal atau di tengah jalan, toh tetap saja saya terlibat. Saya menyadari dengan penuh keinsyafan," lanjutnya Pada serangkaian perbuatan yang Jaksa maksud, ia akui ada yang dirinya terlibat, ada yang tahu betul, ada yang tahu samar-samar, dan ada yang ia tidak tahu sama sekali.Bahwa kemudian dirinya larut dalam suasana dan keadaan suap menyuap, itu karena dirinya tak sanggup menghindari permintaan.

Ia kemudian menandai tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang mempersalahkannya atas pemberian terkait pengurusan perijinan Meikarta. Lepas dari itu, ia menyanggah dugaan tentang cara pengurusan yang bisa dianggap bahwa pemberian darinya menggerakkan para pejabat untuk melakukan sesuatu yang seharusnya tak boleh dilakukan dalam memberi atau menandatangani ijin-ijin yang kemudian terbit.Selama mengurusi izin, Fitra mengaku meneliti betul dokumen yang diajukan. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa dokumen-dokumen itu layak untuk diperijinkan. Semua itu sudah melalui presentasi, asistensi, revisi hingga kemudian izin diterbitkan."Saya masih berpijak pada aturan untuk profesionalitas kerja saya. Untuk terbitnya produk perizinan Meikarta dalam hal ini. Harus terpenuhi syarat-syaratnya. Bukan dengan uang sesuatu yang tak boleh jadi boleh," jelasnya.
Dengan demikian, ia meminta majelis hakim mempertimbangkan memberikan hukuman yang ringan terhadap dirinya."Saya berharap dapat segera kembali ke kehidupan bebas bersama keluarga dan dapat segera menunaikan kewajiban-kewajiban dan tanggungan saya,"

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.