Negosiasi Biaya Pengembangan Blok Masela Masih Alot |
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut pemerintah dan Inpex Corporation masih membahas biaya pengembangan Lapangan Gas Abadi Masela. Akibatnya, hingga kini revisi Proposal Rencana Pengembangan (PoD) investasi Blok Masela belum rampung."Kalau biaya pengaruhnya kepada kelayakan keekonomiannya, akan terkait dengan masalah-masalah harus butuh insentif atau tidak. Kemudian, splitnya harus bagaimana untuk bisa ke tingkat keekonomian," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Senin (25/3) malam.
Dwi mengungkapkan pembahasan mengenai biaya memakan waktu karena SKK Migas ingin memastikan biaya modal yang dikeluarkan wajar dan rasional. Namun, Dwi tak merinci berapa alokasi belanja modal (capex) yang diperlukan dalam rencana perusahaan."Misalnya, kami bikin bangunan, supaya tahan gempa tembok dibikin dengan ketebalan satu meter itu kan aman juga tapi kan itu berlebihan. Kayak angka-angka seperti itu kami diskusikan. Yang penting nanti bagaimana capex bisa yang rasional," jelasnya.
Meski PoD tak kunjung disepakati, Dwi meyakini Inpex tidak akan mundur. Pasalnya, perusahaan akan rugi mengingat sudah ada biaya yang dikeluarkan.
Terkait skema pengembangan, Dwi memastikan skema akan berada di darat. Selain biaya yang diklaim lebih murah dibandingkan skema terapung, pengembangan di darat akan memberikan dampak perekonomian berganda bagi masyarakat.
PemerintAh, lanjut Dwi, sebenarnya ingin pengembangan Blok Masela yang sudah tertahan bertahun-tahun ini segera berjalan. Namun, jika belanja modal masih terlalu tinggi pemerintah tidak bisa memberikan insentif yang lebih besar. Sebagai catatan, insentif yang bisa diberikan pemerintah terkait pengembangan blok bisa berupa keringanan pajak hingga pembagian split ke investor yang lebih besar.
Sebagai informasi, Inpex mulai mengelola Lapangan Gas Abadi Masela sejak tahun 1998 sejak ditandatangani kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) dengan jangka waktu 30 tahun.PoD pertama blok Masela ditandatangani Pemerintah pada tahun 2010. Kala itu, Inpex memiliki hak partisipasi sebesar 65 persen sedangkan sisanya dikempit oleh mitranya, Shell Upstream Overseas Services Ltd.
Tahun 2014, Inpex bersama Shell merevisi PoD setelah ditemukannya cadangan baru gas di Lapangan Abadi, Masela dari 6,97 triliun kaki kubik (TCF) ke level 10,73 TCF.
Di dalam revisi tersebut, kedua investor sepakat akan meningkatkan kapasitas fasilitas LNG dari 2,5 MTPA menjadi 7,5 MTPA dengan skema di laut (offshore).
Namun, di awal tahun 2016 lalu, Presiden Joko Widodo meminta pembangunan kilang LNG Masela dilakukan dalam skema darat (onshore). Konsekuensinya, Inpex harus mengulang kembali proses kajian pengembangan LNG dengan skema baru.
Rencananya, kapasitas produksi kilang nantinya mencapai 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd) gas pipa dan 9,5 juta ton per tahun (MTPA) gas alam cair (LNG).
Dwi mengungkapkan pembahasan mengenai biaya memakan waktu karena SKK Migas ingin memastikan biaya modal yang dikeluarkan wajar dan rasional. Namun, Dwi tak merinci berapa alokasi belanja modal (capex) yang diperlukan dalam rencana perusahaan."Misalnya, kami bikin bangunan, supaya tahan gempa tembok dibikin dengan ketebalan satu meter itu kan aman juga tapi kan itu berlebihan. Kayak angka-angka seperti itu kami diskusikan. Yang penting nanti bagaimana capex bisa yang rasional," jelasnya.
Meski PoD tak kunjung disepakati, Dwi meyakini Inpex tidak akan mundur. Pasalnya, perusahaan akan rugi mengingat sudah ada biaya yang dikeluarkan.
Terkait skema pengembangan, Dwi memastikan skema akan berada di darat. Selain biaya yang diklaim lebih murah dibandingkan skema terapung, pengembangan di darat akan memberikan dampak perekonomian berganda bagi masyarakat.
PemerintAh, lanjut Dwi, sebenarnya ingin pengembangan Blok Masela yang sudah tertahan bertahun-tahun ini segera berjalan. Namun, jika belanja modal masih terlalu tinggi pemerintah tidak bisa memberikan insentif yang lebih besar. Sebagai catatan, insentif yang bisa diberikan pemerintah terkait pengembangan blok bisa berupa keringanan pajak hingga pembagian split ke investor yang lebih besar.
Sebagai informasi, Inpex mulai mengelola Lapangan Gas Abadi Masela sejak tahun 1998 sejak ditandatangani kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) dengan jangka waktu 30 tahun.PoD pertama blok Masela ditandatangani Pemerintah pada tahun 2010. Kala itu, Inpex memiliki hak partisipasi sebesar 65 persen sedangkan sisanya dikempit oleh mitranya, Shell Upstream Overseas Services Ltd.
Tahun 2014, Inpex bersama Shell merevisi PoD setelah ditemukannya cadangan baru gas di Lapangan Abadi, Masela dari 6,97 triliun kaki kubik (TCF) ke level 10,73 TCF.
Di dalam revisi tersebut, kedua investor sepakat akan meningkatkan kapasitas fasilitas LNG dari 2,5 MTPA menjadi 7,5 MTPA dengan skema di laut (offshore).
Namun, di awal tahun 2016 lalu, Presiden Joko Widodo meminta pembangunan kilang LNG Masela dilakukan dalam skema darat (onshore). Konsekuensinya, Inpex harus mengulang kembali proses kajian pengembangan LNG dengan skema baru.
Rencananya, kapasitas produksi kilang nantinya mencapai 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd) gas pipa dan 9,5 juta ton per tahun (MTPA) gas alam cair (LNG).
0 komentar:
Posting Komentar