Pria Inggris Pengidap HIV Dapat Menikah dan Punya Keturunan Sehat |
Seorang pria bernama Perry Evans (56) didiagnosis mengidap HIV karena tertular melalui proses transfusi darah yang ia lakukan pada tahun 1985. Saat itu, ia masih berusia 23 tahun dan belum menikah. Dikutip dari The Independent, ketika itu dokter menyampaikan bahwa sisa umurnya tidak lama, dua-tiga tahun saja. Namun, bukan perkara usia yang menjadi ketakutan terbesar bagi seorang pengidap virus menular ini.
Ketakutan Evans adalah hilangnya kesempatan memiliki sebuah keluarga yang dirasa sangat mustahil. Terlebih, saat itu ia juga menderita hemofilia, penyakit yang menghentikan proses pembekuan darah. "Saya tidak tahu apa yang saya rasakan ketika mengetahui semua itu. Saat itu, saya cukup sehat dan baru saja menyelesaikan kuliah. Saya masih muda, bebas, dan belum menikah. Hidup saya baru saja dimulai," kata Evans. Dua tahun setelah vonis HIV diterima Evans (1987), ia bertemu dengan seorang wanita bernama Heather. Heather inilah yang kemudian menjadi istrinya setahun kemudian. “Heather berpikir, hidup saya tidak akan lama lagi, dia tahu kita tidak bisa punya anak,” ujar Evans.
Titik terang mulai terlihat pada 1999. Saat itu, seorang dokter spesialis genekolog dan fertilitas, Carole Gilling-Smith, memulai program pencucian sperma di rumah sakit di Chelsea dan Westminster, Inggris. Program ini memungkinkan, pria-pria pengidap virus HIV dapat tetap memiliki keturunan tanpa menularkan virus yang ada kepada pasangan dan anak-anaknya. Hasil penelitiannya menemukan, HIV tidak bisa menempel pada sperma. Mereka hanya terdapat pada cairan yang ada di sekitar sperma. Memisahkan sperma dengan cairan di sekitarnya tersebut, dapat menyelamatkan sperma dan membuatnya tetap dapat terbuahi dengan baik di rahim wanita.
Program inilah yang mengantar Evans menjadi seorang ayah dari dua orang anak yang sehat, bebas dari HIV. Anak pertamanya, Isaac, lahir pada 2001, dan anak keduanya, Cerian, lahir dengan program yang sama pada 2005. “Ini seperti hadiah dari Tuhan. Saat itu saya berpikir saya tidak mungkin lagi ada di sini, apalagi memiliki anak,” ujar pria yang berprofesi sebagai pekerja teknologi informasi itu. Tubuhnya yang sudah terserang virus memang sudah tak sesehat yang semestinya.
Akan tetapi kehadiran Isaac dan Cerian menjadi semangat tersendiri bagi Evans untuk dapat menjalani hidup dengan baik. "Saya menderita banyak pilek, infeksi, dan pneumonia. Sayangnya saya hidup dengan tubuh yang telah terluka dan itu dilakukan kerusakan yang tak tergantikan. Tapi saya memilih untuk tidak hidup di masa lalu," ujar Evans. "Saya memiliki dua anak yang luar biasa, yang sangat saya cintai dan yang menjadi inspirasi saya, jadi saya merasa sangat beruntung," ungkapnya. Dokter Gilling-Smith mengatakan, apa yang ia dan rekan-rekan sesama dokter temukan, dapat memberi kesempatan hidup kepada para penderita HIV.
Tidak hanya kesempatan hidup, tapi juga kesempatan untuk membangun kehidupan dengan baik. Tidak hanya pria pengidap HIV, untuk wanita pengidap HIV pun sudah ditemukan cara agar tetap bisa aman berhubungan seksual dan memiliki keturunan yang sehat. Wanita yang positif mengidap HIV sementara pasangan mereka tidak, akan diajari bagaimana cara membuahi diri sendiri menggunakan sperma pasangan.
Cara lain, mereka bisa melakukan In Vitro Fertilisation (IVF) atau bayi program bayi tabung. "Kami mampu mengubah hidup. Program ini memberi kesempatan mereka yang terserang HIV menjalani kehidupan normal, menjadi orang tua, bahkan mungkin menjadi kakek dan nenek di masa depan," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar