Saat Tuak dan Pondoh Bikin Kaya Kuliner Nusantara |
Tempe, tape, oncom hingga buah salak menjadi bahan-bahan yang sering difermentasi untuk mendapatkan produk baru olahan makanan dan minuman tertentu. Proses itu dinilai memperkaya kuliner Nusantara."Banyak banget (bahan yang bisa difermentasi), mungkin yang bisa mengalahkan Indonesia dari segi fermentasi ya cuma China, karena teknologi fermentasi banyak datang dari China," kata pengamat kuliner Indonesia yang juga merupakan seorang chef, Ragil Imam Wibowo saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Selain Negeri Tirai Bambu, fermentasi Indonesia juga terpengaruh dari India, Portugis dan bangsa Eropa lainnya yang pernah singgah ke Indonesia. Fermentasi di Indonesia sebenarnya sudah mulai sejak zaman sebelum mengenal api, di antaranya untuk mengawetkan makanan."Kalau lihat sejarahnya, fermentasi itu lebih untuk mengawetkan sesuatu supaya kalau misalnya tidak lagi musimnya, mereka bisa mendapatkan makanan yang sama walaupun rasa yang berbeda," ucap Ragil..
Fermentasi jadi pilihan lantaran di masa lalu tak ada lemari pendingin yang kini digunakan untuk mengawetkan makanan.Penggunaan minuman fermentasi yang menghasilkan alkohol di Indonesia juga berbeda dibandingkan negara lain. Jika minuman fermentasi di negara lain bertujuan untuk menghangatkan tubuh, Ragil mengatakan minuman lokal itu dikonsumsi untuk meningkatkan stamina dan keberanian."Orang zaman dahulu melihat efek alkohol membuat lebih berani dan lebih kuat staminanya. Itu pun cuma satu sloki setiap minum dan maksimal dua sloki," tutur pemilik Nusa Gastronomy ini.
Salak pondoh sendiri misalnya, dibikin menjadi minuman khas di Yogyakarta.
Chef Ragil yang sudah berkeliling Indonesia mencari dan mendokumentasikan resep makanan lokal itu, banyak menemukan makanan fermentasi dengan rasa yang unik. Ragam makanan ini tercipta karena semua jenis makanan pada dasarnya dapat difermentasi.Salah satu hidangan dengan spesifikasi rasa yang sangat kuat, adalah Pliek Ue. Kuliner yang berasal dari Aceh ini merupakan kelapa parut yang difermentasi hingga sepuluh hari.
Ia dihidangkan bersama sayuran dan juga sambal. Ada pula tempoyak dari durian fermentasi di Palembang dan sambal padi dari Padang."Ini rasanya kalo enggak terbiasa pasti kaget, kok rasanya begini sih, kok kelapa basi dipakai sih. Sama kayak tempoyak kok duren basi dipakai sih, sebenarnya bukan itu. Yang dicari adalah rasa duren yang ada asamnya untuk sayur dan sambal," kata Ragil.
Berbeda dengan makanan, minuman fermentasi lebih sedikit di Nusantara dan banyak berkembang di Indonesia bagian Timur. Umumnya minuman fermentasi ini berasal dari bermacam jenis pohon palem.
Menurutnya, paling banyak menggunakan nira, lontar, enau, dan bunga kelapa. Selain itu, semakin tinggi kandungan gula semakin tinggi pula alkohol yang dapat dihasilkan.
Wilayah Sumatera dan Jawa cenderung mengenal minuman fermentasi dari aren yang disebut dengan tuak. Sementara, wilayah timur mulai dari Bali mengenal arak yang memiliki kandungan alkohol lebih tinggi."Yang ketahuan itu sekitar tujuh sampai delapan minuman dan ini banyaknya lebih ke Indonesia Timur," ucap Ragil.
Meski tak banyak jenis, minuman fermentasi Indonesia ini kaya akan rasa. Rasa di tiap daerah akan berbeda dengan daerah lainnya dan memiliki kekhasan masing-masing.Perbedaan itu muncul karena perbedaan lama proses mendiamkan saat fermentasi serta tanah asal pohon nira yang digunakan. Di Indonesia timur, kadar alkohol lebih tinggi karena sudah melewati campur tangan manusia seperti proses distilasi atau penyulingan.
Di Lombok, tuak dicampur dengan akar pohon yang membuatnya berwarna merah muda. Di Flores, dikenal minuman fermentasi sopi, tuak menggunakan bunga dari pohon enau dan dicampur dengan akar pohon.
Ada pula moke dengan kadar alkohol yang juga sangat tinggi, dapat mencapai 70-85 persen.
Meski Indonesia kaya akan minuman dan makanan fermentasi, chef itu menyayangkan belum ada literatur, penelitian, dan data yang mencatat kuliner fermentasi Indonesia."Belum ada yang benar-benar riset menjelaskan fermentasi Indonesia itu apa saja karena luas sekali," katanya.
Sekalipun demikian, minuman fermentasi Indonesia ini dianggap punya potensi untuk mendunia alias go international. Cita rasanya yang khas dan berbahan kearifan lokal yang difermentasi, dianggap menjadi salah satu bagian dari kekayaan kuliner Indonesia. "Pondoh itu rasanya agak mirip wine, tapi tingkat alkoholnya tidak terlalu tinggi dan rasanya sedikit lebih pahit. Mungkin karena prosesnya tidak terlalu panjang (lama)," kata Zulham Effendi, "Jenis minuman fermentasi Indonesia ini bisa terkenal dan go international tergantung racikannya. Kalau diproduksi dan dikelola dengan baik, ada keterlibatan dukungan pemerintah, maka bisa terkenal juga."
Selain Negeri Tirai Bambu, fermentasi Indonesia juga terpengaruh dari India, Portugis dan bangsa Eropa lainnya yang pernah singgah ke Indonesia. Fermentasi di Indonesia sebenarnya sudah mulai sejak zaman sebelum mengenal api, di antaranya untuk mengawetkan makanan."Kalau lihat sejarahnya, fermentasi itu lebih untuk mengawetkan sesuatu supaya kalau misalnya tidak lagi musimnya, mereka bisa mendapatkan makanan yang sama walaupun rasa yang berbeda," ucap Ragil..
Fermentasi jadi pilihan lantaran di masa lalu tak ada lemari pendingin yang kini digunakan untuk mengawetkan makanan.Penggunaan minuman fermentasi yang menghasilkan alkohol di Indonesia juga berbeda dibandingkan negara lain. Jika minuman fermentasi di negara lain bertujuan untuk menghangatkan tubuh, Ragil mengatakan minuman lokal itu dikonsumsi untuk meningkatkan stamina dan keberanian."Orang zaman dahulu melihat efek alkohol membuat lebih berani dan lebih kuat staminanya. Itu pun cuma satu sloki setiap minum dan maksimal dua sloki," tutur pemilik Nusa Gastronomy ini.
Salak pondoh sendiri misalnya, dibikin menjadi minuman khas di Yogyakarta.
Chef Ragil yang sudah berkeliling Indonesia mencari dan mendokumentasikan resep makanan lokal itu, banyak menemukan makanan fermentasi dengan rasa yang unik. Ragam makanan ini tercipta karena semua jenis makanan pada dasarnya dapat difermentasi.Salah satu hidangan dengan spesifikasi rasa yang sangat kuat, adalah Pliek Ue. Kuliner yang berasal dari Aceh ini merupakan kelapa parut yang difermentasi hingga sepuluh hari.
Ia dihidangkan bersama sayuran dan juga sambal. Ada pula tempoyak dari durian fermentasi di Palembang dan sambal padi dari Padang."Ini rasanya kalo enggak terbiasa pasti kaget, kok rasanya begini sih, kok kelapa basi dipakai sih. Sama kayak tempoyak kok duren basi dipakai sih, sebenarnya bukan itu. Yang dicari adalah rasa duren yang ada asamnya untuk sayur dan sambal," kata Ragil.
Berbeda dengan makanan, minuman fermentasi lebih sedikit di Nusantara dan banyak berkembang di Indonesia bagian Timur. Umumnya minuman fermentasi ini berasal dari bermacam jenis pohon palem.
Menurutnya, paling banyak menggunakan nira, lontar, enau, dan bunga kelapa. Selain itu, semakin tinggi kandungan gula semakin tinggi pula alkohol yang dapat dihasilkan.
Wilayah Sumatera dan Jawa cenderung mengenal minuman fermentasi dari aren yang disebut dengan tuak. Sementara, wilayah timur mulai dari Bali mengenal arak yang memiliki kandungan alkohol lebih tinggi."Yang ketahuan itu sekitar tujuh sampai delapan minuman dan ini banyaknya lebih ke Indonesia Timur," ucap Ragil.
Meski tak banyak jenis, minuman fermentasi Indonesia ini kaya akan rasa. Rasa di tiap daerah akan berbeda dengan daerah lainnya dan memiliki kekhasan masing-masing.Perbedaan itu muncul karena perbedaan lama proses mendiamkan saat fermentasi serta tanah asal pohon nira yang digunakan. Di Indonesia timur, kadar alkohol lebih tinggi karena sudah melewati campur tangan manusia seperti proses distilasi atau penyulingan.
Di Lombok, tuak dicampur dengan akar pohon yang membuatnya berwarna merah muda. Di Flores, dikenal minuman fermentasi sopi, tuak menggunakan bunga dari pohon enau dan dicampur dengan akar pohon.
Ada pula moke dengan kadar alkohol yang juga sangat tinggi, dapat mencapai 70-85 persen.
Meski Indonesia kaya akan minuman dan makanan fermentasi, chef itu menyayangkan belum ada literatur, penelitian, dan data yang mencatat kuliner fermentasi Indonesia."Belum ada yang benar-benar riset menjelaskan fermentasi Indonesia itu apa saja karena luas sekali," katanya.
Sekalipun demikian, minuman fermentasi Indonesia ini dianggap punya potensi untuk mendunia alias go international. Cita rasanya yang khas dan berbahan kearifan lokal yang difermentasi, dianggap menjadi salah satu bagian dari kekayaan kuliner Indonesia. "Pondoh itu rasanya agak mirip wine, tapi tingkat alkoholnya tidak terlalu tinggi dan rasanya sedikit lebih pahit. Mungkin karena prosesnya tidak terlalu panjang (lama)," kata Zulham Effendi, "Jenis minuman fermentasi Indonesia ini bisa terkenal dan go international tergantung racikannya. Kalau diproduksi dan dikelola dengan baik, ada keterlibatan dukungan pemerintah, maka bisa terkenal juga."
0 komentar:
Posting Komentar