Sabtu, 30 Maret 2019

Anomali Aturan Menhub di Tengah Keluhan Tiket Pesawat Mahal

Anomali Aturan Menhub di Tengah Keluhan Tiket Pesawat Mahal
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan aturan baru terkait penetapan harga tiket pesawat tadi malam, Jumat (29/3). Salah satu poin penting dalam aturan tersebut adalah kenaikan batas bawah tarif tiket pesawat dari 30 persen menjadi 35 persen terhadap batas atas tarif.
Kenaikan batas bawah tersebut sebenarnya sudah lama diminta oleh maskapai. Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional (Indonesia National Air Carriers/INACA) pada Agustus 2018 sempat meminta kenaikan batas bawah tarif tiket. Namun, sebelum batas bawah dinaikkan, masyarakat sudah mengeluhkan harga tiket pesawat yang mahal sejak awal tahun ini.

Puluhan ribu orang bahkan menandatangani petisi meminta Menteri Perhubungan Budi Karya menurunkan harga tiket pesawat. Pasalnya, harga tiket pesawat yang biasanya turun setelah melewati masa musim liburan (peak season) tak kunjung turun.
Meski Presiden Joko Widodo sudah turun tangan, masyarakat masih mengeluh harga tiket pesawat masih mahal. Tak hanya masyarakat, keluhan juga datang dari pengusaha, terutama di bidang pariwisata dan perhotelan. Dampak mahalnya tiket pesawat, membuat pendapatan mereka surut.
Pemerintah pun kembali mengadakan rapat terkait tiket pesawat pekan lalu di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Budi karya kemudian mengeluarkan aturan baru terkait pengaturan baru tiket pesawat. Namun, poin utama aturan tersebut justru mencakup kenaikan tarif batas bawah, bersebrangan dengan tuntutan sejumlah pihak terkait mahalnya harga tiket pesawat.

Pengamat Penerbangan Alvin Lie menjelaskan kenaikan tarif batas bawah menjadi 35 persen dari sebelumnya 30 persen dari batas atas membuat maskapai tak lagi bisa menjual tiket pesawat semurah dulu. Namun, sebelum pemerintah menerbitkan kebijakan ini, Alvin menyebut sebagian tak ada lagi yang menjual tiket di batas bawah.
Sebagian besar maskapai, menurut dia, memasarkan tiketnya dengan harga yang mendekati level atas meski tak sedang musim liburan (peak season).
"Dulu jualnya kan pada 30 persen dari batas atas, makanya sekarang modal habis. Pada banting harga. Sekarang sadar jadi jual dekat batas atas,

Dia berujar PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk misalnya, menjual harga tiketnya di tarif batas atas, yakni 100 persen. Kemudian, sisanya direntang 70-90 persen dari batas atas.
Hal ini, menurut dia, tak heran dilakukan maskapai tersebut jika melihat keuangan Garuda Indonesia yang merugisebesar US$114,08 juta atau Rp1,59 triliun (kurs Rp14.000 per dolar AS) pada kuartal III 2018. Angka itu sebenarnya sudah membaik daripada posisi kuartal III 2017 yang kerugiannya mencapai US$222,03 juta atau Rp3,1 triliun.

Sebenarnya, menurut dia, peraturan yang baru dikeluarkan Menhub sebenarnya ditujukan untuk menyehatkan industri penerbangan. Namun, aturan tersebut bisa dibilang terlambat diterbitkan sehingga dan diperkirakan tak bakal berdampak signifikan pada perbaikan keuangan maskapai.
"Aturan terlambat. Biaya yang harus dikeluarkan maskapai naik terus dari tahun lalu, tapi batas bawah tidak dinaikkan," ungkap Alvin.
Sementara, Pengamat Penerbangan Arista Atmajati perubahan aturan ini tak mengejutkan bagi industri penerbangan. Pasalnya, kenaikan tarif batas bawah memang telah diusulkan sejak 2018.

"Tapi kenaikan tidak istimewa juga, seharusnya jadi 40 persen," tutur Arista.

Senada dengan Alvin, usulan tarif batas bawah menjadi 40 persen tujuannya agar selisih dengan batas atas tak terlalu timpang. Sebagai gambaran, jika tarif batas bawah sebesar 35 persen artinya selisih dengan batas atas mencapai 65 persen.

Sementara, persentase selisih akan lebih sempit jika pemerintah mematok tarif batas bawah di level 40 persen. Perusahaan akan semakin untung bila angka selisih semakin kecil.

"Dan saya menebaknya ini berubah karena sedang gonjang-ganjing harga tiket saja. Seolah Kemenhub ada respons, padahal telat," jelas dia.

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Nur Isnin Istiartono menjelaskan perubahan aturan ini sudah mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dan kepentingan bisnis maskapai penerbangan. Nantinya, pemerintah akan melakukan evaluasi rutin setiap tiga bulan sekali.
"Kementerian Perhubungan sangat concern dengan apa yang dibutuhkan konsumen pengguna moda transportasi udara saat ini. Tetapi dalam hal ini pemerintah juga ingin melindungi keberlangsungan usaha Badan Usaha Angkutan Udara," ungkapnya.

Respons Maskapai

Meski aturan Menhub mengatur kenaikan batas atas tarif tiket pesawat, Lion Air pada hari ini merespons aturan tersebut dengan menurunkan harga tiket pesawat mulai hari ini.
Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro menjelaskan penurunan harga jual tiket pesawat dilakukan bervariasi sesuai dengan rute penerbangan. Kendati demikian, ia tak menyebut detail besaran penurunan harga tiket yang dilakukan pihaknya.
Sementara itu, Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengaku pihaknya juga telah merespons keluhan masyarakat terkait harga tiket pesawat. Salah satunya dilakukan maskapai dengan memberikan diskon harga tiket pesawat secara periodik.
"Kemarin kami sudah mengumumkan diskon tiket pesawat hingga 50 persen. Itu sebenarnya respons kami atas keluhan masyarakat. Karena kami pesawat full service, jadi kami meresponsnya dengan memberikan tawaran diskon yang dilakukan secara periodik," jelas dia.

Promo diberikan Garuda Indonesia berupa diskon harga tiket pesawat hingga 50 persen. Promo tersebut bakal berlaku mulai 31 Maret hingga 13 Mei 2019 melalui gelaran Garuda Indonesia Online Travel Festival.
Pembelian tiket pesawat dengan diskon tersebut dapat dilakukan melalui saluran penjualan Online Travel Agent (OTA), aplikasi mobile apps, Linkaja hingga website (www.garuda-indonesia.com).

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.